I. Ringkasan Eksekutif
Laporan ini menyajikan analisis komprehensif mengenai kelayakan dan panduan operasional budidaya bawang merah skala komersial seluas 4000 m2 menggunakan sistem hidroponik dalam greenhouse. Dengan target harga jual Rp 20.000/kg, usaha ini menunjukkan potensi keuntungan yang signifikan, namun memerlukan investasi awal yang besar dan manajemen teknis yang cermat.
Perbandingan antara metode hidroponik dan konvensional menyoroti keunggulan hidroponik dalam hal potensi hasil, kualitas produk, dan efisiensi sumber daya (air dan nutrisi). Meskipun demikian, biaya investasi awal untuk sistem hidroponik lebih tinggi dan membutuhkan keahlian manajemen yang lebih spesifik. Keputusan krusial antara penggunaan True Shallot Seed (TSS) atau umbi konvensional sebagai bahan tanam juga dibahas, dengan TSS menawarkan keunggulan jangka panjang dalam aspek biaya per luasan tanam dan kesehatan benih, meskipun memerlukan siklus tanam awal yang lebih panjang.
Analisis bisnis mengindikasikan bahwa profitabilitas sangat bergantung pada pencapaian target hasil panen minimal 2.5 kg/m2 per siklus, pengendalian biaya operasional (terutama tenaga kerja dan energi), serta kemampuan untuk secara konsisten memperoleh harga jual premium. Pemilihan sistem hidroponik yang tepat, seperti Nutrient Film Technique (NFT) atau Deep Flow Technique (DFT), praktik operasional terbaik, dan strategi pemasaran yang efektif menjadi kunci keberhasilan. Meskipun padat modal dan menuntut secara teknis, budidaya bawang merah hidroponik skala 4000 m2 menawarkan peluang agribisnis yang menjanjikan jika direncanakan dan dilaksanakan dengan presisi.
II. Pendahuluan Budidaya Bawang Merah Hidroponik Komersial
Tinjauan Umum Hidroponik untuk Bawang Merah
Hidroponik didefinisikan sebagai metode budidaya tanaman tanpa menggunakan media tanah, melainkan memanfaatkan larutan nutrien mineral yang terlarut dalam air.1 Teknik ini menyediakan lingkungan terkontrol bagi pertumbuhan tanaman, dengan nutrisi disuplai langsung ke akar. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) telah diidentifikasi sebagai salah satu komoditas yang cocok untuk dibudidayakan secara hidroponik.1 Kesesuaian ini didasarkan pada kemampuan adaptasi bawang merah terhadap media tanam tanpa tanah dan potensi peningkatan pertumbuhan serta hasil di bawah kondisi nutrisi dan lingkungan yang optimal.
Berbagai sistem hidroponik dapat diaplikasikan, termasuk Nutrient Film Technique (NFT), Deep Water Culture (DWC) atau Sistem Rakit Apung, Aeroponik, Sistem Sumbu (Wick System), dan Sistem Tetes (Drip System).1 Pemilihan sistem bergantung pada skala usaha, jenis tanaman, anggaran, dan kondisi lokal. Untuk bawang merah, sistem yang memungkinkan aerasi akar yang baik dan memberikan dukungan bagi perkembangan umbi menjadi faktor krusial.
Adaptasi prinsip-prinsip umum hidroponik untuk memenuhi kebutuhan fisiologis spesifik bawang merah, terutama selama fase pembentukan umbi, merupakan aspek fundamental. Berbeda dengan sayuran daun yang umum ditanam secara hidroponik, tanaman umbi seperti bawang merah memerlukan manajemen nutrisi, kelembapan, dan kondisi zona akar yang lebih bernuansa untuk memastikan ukuran, kualitas, dan hasil umbi yang optimal, bukan hanya pertumbuhan vegetatif.7
Potensi Pasar dan Rasionalisasi Operasi Greenhouse 4000 m2
Bawang merah merupakan komoditas pokok dalam kuliner Indonesia, yang menjamin permintaan domestik yang tinggi dan konsisten.12 Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 menunjukkan produksi nasional mencapai 1,82 juta ton, dengan tren peningkatan konsumsi per kapita.13 Budidaya hidroponik dalam lingkungan greenhouse terkontrol seluas 4000 m2 menawarkan potensi hasil per satuan luas yang secara signifikan lebih tinggi dan konsisten dibandingkan metode konvensional yang rentan terhadap ketidakpastian iklim dan degradasi lahan.4
Kemampuan untuk berproduksi sepanjang tahun 4 memungkinkan penetrasi pasar yang strategis, berpotensi memanfaatkan periode kelangkaan pasokan bawang merah konvensional dan harga yang lebih tinggi. Hidroponik secara langsung menjawab tantangan pertanian konvensional seperti keterbatasan lahan subur, kelangkaan air, penyakit tular tanah, dan dampak cuaca yang tidak menentu.1 Operasi seluas 4000 m2 (0.4 hektar) merepresentasikan komitmen komersial yang signifikan, bertujuan untuk memasok volume yang substansial ke pasar, membedakannya dari usaha skala kecil, khusus, atau hobi.
Keberhasilan usaha hidroponik bawang merah seluas 4000 m2, mengingat skalanya yang relatif lebih kecil dibandingkan banyak pertanian konvensional besar 32, akan sangat bergantung pada strategi produk premium. Hal ini melibatkan pemanfaatan keunggulan hidroponik—kualitas superior, kebersihan (penggunaan pestisida minimal), konsistensi, dan ketersediaan sepanjang tahun—untuk mencapai harga jual target Rp 20.000/kg. Titik harga ini dianggap menguntungkan 13 dibandingkan dengan harga BEP yang mungkin lebih rendah untuk produk konvensional.19 Untuk mencapai harga premium ini, operasi harus secara konsisten menghasilkan produk yang dapat membenarkan harga tersebut bagi konsumen atau pembeli B2B (restoran, supermarket) yang memprioritaskan kualitas dan keandalan.
Berikut adalah tabel yang merangkum faktor pendorong dan peluang pasar untuk bawang merah hidroponik komersial di Indonesia:
Tabel II.1: Faktor Pendorong dan Peluang Pasar Bawang Merah Hidroponik Komersial di Indonesia
Faktor Pendorong / Peluang | Deskripsi | Sumber |
Permintaan Domestik Tinggi dan Stabil | Bawang merah adalah bumbu masak esensial dengan konsumsi nasional yang besar dan terus meningkat. | 13 |
Fluktuasi Harga Bawang Merah Konvensional | Harga bawang merah di pasar sering berfluktuasi karena faktor musim dan pasokan, menciptakan peluang bagi produsen dengan pasokan stabil. | – |
Potensi Pengurangan Impor | Peningkatan produksi domestik berkualitas dapat mengurangi ketergantungan pada impor bawang merah, jika ada. | 45 |
Tren Konsumen akan Produk Berkualitas dan Rendah Pestisida | Kesadaran konsumen akan makanan sehat, bersih, dan aman (rendah residu pestisida) meningkat, mendukung produk hidroponik. | 12 |
Segmen Pasar Premium | Peluang memasok ke supermarket kelas atas, restoran, hotel, dan usaha katering yang membutuhkan kualitas dan konsistensi pasokan. | 1 |
Potensi Ekspor | Dengan kualitas dan kontinuitas produksi yang terjaga, terbuka peluang untuk pasar ekspor. | 12 |
Produktivitas dan Efisiensi Hidroponik | Kemampuan menghasilkan panen lebih tinggi per satuan luas dan sepanjang tahun, serta efisiensi penggunaan air dan nutrisi. | 2 |
III. Analisis Perbandingan: Budidaya Bawang Merah Hidroponik vs. Konvensional
Produktivitas dan Potensi Hasil
Sistem hidroponik umumnya memfasilitasi hasil yang lebih tinggi per satuan luas karena pengiriman nutrisi yang optimal, kondisi lingkungan yang terkontrol, tekanan hama/penyakit yang berkurang, dan potensi kepadatan tanam yang lebih tinggi.2 Budidaya sepanjang tahun lebih lanjut meningkatkan output tahunan per m2.4
Hasil bawang merah konvensional di Indonesia bervariasi: varietas tertentu dapat menghasilkan 14-16.5 ton/Ha.20 Rata-rata nasional dilaporkan sebesar 8.7 ton/Ha.14 Varietas Sembrani dapat menghasilkan 16.92 ton/Ha.21 Ini berarti sekitar 0.87 hingga 1.69 kg/m2 per siklus untuk metode konvensional.
Data hasil bawang merah hidroponik menunjukkan variasi:
- Sistem Charlie Tjendapati (sumbu terotomatisasi) melaporkan 570 gram/pot dari satu umbi.5 Jika diasumsikan 25 pot/m2, ini dapat menyiratkan 14.25 kg/m2, angka yang sangat tinggi dan memerlukan validasi hati-hati untuk skala besar NFT/DFT. Hasil ini kemungkinan adalah berat basah.
- Studi DFT hidroponik dengan umbi Sembrani menghasilkan berat basah 32.95 g/tanaman.9 Dengan kepadatan 30-40 tanaman/m2 (umum untuk jarak tanam 20 cm), ini memproyeksikan 0.98 – 1.32 kg/m2/siklus.
- Studi NFT dengan TSS Sanren mencapai ~5.5g/umbi (kemungkinan berat pasar segar).8 Jika 2 umbi/tanaman dan 30 tanaman/m2, ini adalah 0.33 kg/m2. Jika 5 umbi/tanaman, menjadi 0.825 kg/m2.
- Sebuah uji coba sistem otomatis melaporkan hasil yang sangat rendah yaitu 0.0154 kg/m2 11, yang jelas suboptimal dan tidak representatif untuk perencanaan komersial.
Menetapkan angka hasil (kg/m2) yang definitif dan berlaku universal untuk bawang merah hidroponik komersial merupakan tantangan karena variabilitas dalam sistem, varietas, manajemen, dan pelaporan (basah vs. kering, per tanaman vs. per area). Meskipun hidroponik secara umum menjanjikan hasil yang lebih tinggi, rencana bisnis 4000m2 harus mengadopsi target hasil yang konservatif namun dapat dicapai (misalnya, 1.5 – 3.0 kg/m2 berat basah per siklus pada awalnya) berdasarkan studi hidroponik bawang merah spesifik yang kredibel 8, dengan tujuan mencapai angka yang lebih tinggi (mendekati 3-5 kg/m2 atau lebih) melalui keunggulan operasional dan optimalisasi sistem. Angka 570g/pot 5 merepresentasikan target aspirasional di bawah kondisi sistem spesifik yang sangat optimal.
Efisiensi Sumber Daya
- Air: Hidroponik menawarkan penghematan air yang substansial, berpotensi hingga 90% dibandingkan pertanian konvensional, karena resirkulasi dan pengurangan evaporasi/pelindian.2 Ini merupakan keuntungan signifikan di daerah langka air atau di mana biaya air tinggi.
- Nutrisi: Pemanfaatan nutrisi jauh lebih efisien karena larutan dikirim langsung ke zona akar dalam formulasi seimbang. Ini meminimalkan limbah dan limpasan lingkungan yang terkait dengan pemupukan berbasis tanah.2 EC dan pH dikontrol secara presisi untuk penyerapan optimal.3
- Lahan: Hidroponik memungkinkan budidaya intensif di ruang terbatas, independen dari kesuburan tanah. Ini membuat budidaya layak di lahan non-produktif atau di perkotaan.1 Greenhouse 4000m2 dapat sangat produktif terlepas dari kualitas tanah di bawahnya.
Manajemen Hama, Penyakit, dan Gulma
- Hidroponik: Secara signifikan mengurangi risiko patogen dan hama tular tanah.6 Penggunaan media tanam steril dan lingkungan greenhouse terkontrol 33 meminimalkan titik masuk bagi banyak masalah pertanian umum. Gulma hampir sepenuhnya dihilangkan.
- Konvensional: Sangat rentan terhadap penyakit tular tanah 24 dan hama seperti ulat grayak 24, seringkali memerlukan aplikasi pestisida yang signifikan.12 Penyiangan gulma merupakan komponen tenaga kerja utama.20
Lingkungan greenhouse yang terkontrol, meskipun mengurangi banyak ancaman eksternal, dapat menciptakan ceruk yang menguntungkan bagi hama tertentu 4 jika tidak dikelola secara proaktif. Demikian pula, penyakit yang ditularkan melalui air seperti Pythium dapat berkembang biak dengan cepat dalam sistem hidroponik resirkulasi jika sanitasi terganggu.1 Oleh karena itu, strategi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) 4 tidak dihilangkan tetapi disesuaikan untuk konteks greenhouse hidroponik, dengan fokus pada pencegahan, pemantauan, dan pengendalian biologis/lunak terlebih dahulu.
Kebutuhan Tenaga Kerja
- Hidroponik: Umumnya membutuhkan lebih sedikit tenaga kerja untuk tugas-tugas yang menuntut fisik seperti pengolahan tanah, penyiangan manual skala besar, dan penyemprotan lapangan yang luas.1 Namun, ini menuntut tingkat keterampilan yang lebih tinggi untuk operasi sistem, pemantauan harian larutan nutrisi (EC/pH), kontrol lingkungan, dan pemecahan masalah teknis.1
- Konvensional: Padat karya untuk persiapan lahan, penanaman, penyiangan yang sering, manajemen irigasi, dan aplikasi pengendalian hama/penyakit.27
Pertimbangan Biaya-Manfaat Keseluruhan (Tinjauan Awal)
- Hidroponik: Ditandai dengan belanja modal awal (CAPEX) yang tinggi untuk konstruksi greenhouse dan instalasi sistem.2 Belanja operasional (OPEX) dapat signifikan karena listrik, nutrisi khusus, dan tenaga kerja terampil, tetapi penghematan direalisasikan dalam air, pupuk curah, dan pestisida spektrum luas. Manfaat utama berasal dari hasil yang lebih tinggi, lebih konsisten, dan produk berkualitas premium, yang mengarah pada potensi pendapatan yang lebih besar.
- Konvensional: CAPEX awal lebih rendah. OPEX didorong oleh biaya sewa lahan (jika berlaku), benih/umbi, pupuk curah, pestisida, dan tenaga kerja manual yang ekstensif.27 Pendapatan tunduk pada variabilitas hasil dan fluktuasi harga pasar.
Pernyataan tentang hidroponik yang lebih “hemat pupuk” 17 memerlukan interpretasi yang cermat. Meskipun efisiensi penyerapan nutrisi elemental lebih tinggi (lebih sedikit limbah), biaya per unit formulasi nutrisi hidroponik khusus yang sangat larut (seperti AB Mix) seringkali jauh lebih mahal daripada pupuk pertanian curah konvensional. “Penghematan” terletak pada pengurangan pemborosan dan aplikasi yang tepat, belum tentu harga pembelian yang lebih rendah untuk produk nutrisi itu sendiri. Perbedaan ini penting untuk perhitungan OPEX yang akurat dalam analisis bisnis.
Berikut adalah matriks perbandingan rinci antara budidaya bawang merah hidroponik dan konvensional:
Tabel III.1: Matriks Perbandingan Rinci: Budidaya Bawang Merah Hidroponik vs. Konvensional
Parameter | Hidroponik (Greenhouse) | Konvensional (Lahan Terbuka) |
Hasil per m2/siklus (kg) | Potensi lebih tinggi (misalnya, 1.5 – 5+ kg) | Lebih rendah (misalnya, 0.87 – 1.69 kg) |
Hasil Tahunan per Ha (ton, proyeksi) | Signifikan lebih tinggi (produksi sepanjang tahun) | Tergantung musim, lebih rendah |
Konsumsi Air (L/kg produk) | Sangat rendah (efisiensi hingga 90%) | Tinggi |
Efisiensi Nutrisi | Tinggi (penyerapan langsung, minim terbuang) | Sedang hingga Rendah (pelindian, fiksasi) |
Fleksibilitas Penggunaan Lahan | Tinggi (bisa di lahan non-produktif) | Terbatas pada lahan subur |
Dampak Degradasi Tanah | Tidak ada | Risiko degradasi, erosi |
Spektrum Hama Tipikal | Kutu daun, thrips, tungau (dalam greenhouse) | Ulat grayak, penggerek daun, penyakit tular tanah |
Spektrum Penyakit Tipikal | Penyakit akar (Pythium), jamur daun (jika lembab) | Busuk Fusarium, Alternaria, Antraknosa |
Upaya Manajemen Gulma | Minimal hingga tidak ada | Tinggi, padat karya |
Investasi Awal (Rp/4000m2 perkiraan) | Sangat Tinggi (Rp 1 Miliar – Rp 2.8 Miliar+) | Rendah hingga Sedang |
Biaya Operasional Tahunan (Rp/4000m2 perkiraan) | Tinggi (listrik, nutrisi khusus, tenaga kerja terampil) | Sedang (pupuk curah, pestisida, tenaga kerja manual) |
Input Tenaga Kerja (HOK/Ha/siklus) | Bervariasi, fokus pada teknis dan pemeliharaan sistem | Tinggi, terutama untuk persiapan lahan, tanam, siangi, panen |
Kebutuhan Keahlian Tenaga Kerja | Tinggi (manajemen sistem, nutrisi, lingkungan) | Sedang (praktik pertanian umum) |
Keseragaman Produk | Tinggi | Bervariasi |
Kebersihan Produk (Potensi Residu Pestisida) | Rendah hingga sangat rendah | Lebih tinggi |
Potensi Harga Pasar (Rp/kg) | Premium (jika kualitas terjaga) | Standar pasar |
Profil Risiko Keseluruhan | Teknis (sistem, listrik), pasar (harga premium) | Iklim, hama/penyakit lapangan, fluktuasi pasar |
IV. Desain Greenhouse dan Pemilihan Sistem Hidroponik untuk 4000 m2
Konstruksi Greenhouse dan Kontrol Lingkungan
Fitur esensial untuk hidroponik komersial meliputi struktur yang kokoh (misalnya, rangka baja), penutup 33, ventilasi yang memadai, jaring serangga 33, serta sistem kontrol suhu dan kelembapan jika diperlukan.4 Cahaya merupakan faktor penting, dengan spektrum dan durasi optimal (12-16 jam/hari); pencahayaan tambahan (LED/HPS) mungkin diperlukan jika cahaya alami tidak mencukupi.4 Paparan sinar matahari yang cukup juga penting untuk bibit.33 Lantai greenhouse sebaiknya di-paving untuk mencegah gulma dan meningkatkan kebersihan.33 Ketinggian minimum greenhouse yang disarankan adalah 3.4-4 meter untuk sirkulasi udara yang baik.34
Desain greenhouse untuk fasilitas 4000m2 harus menyeimbangkan biaya dengan kontrol lingkungan yang optimal untuk bawang merah. Meskipun otomatisasi berteknologi tinggi memungkinkan, struktur yang kuat dan berventilasi baik dengan penyaringan serangga yang efektif dan opsi untuk pencahayaan tambahan (jika ROI membenarkan) adalah titik awal yang praktis untuk kondisi Indonesia. Memprioritaskan fitur kontrol iklim pasif dapat mengurangi OPEX jangka panjang.
Sistem Hidroponik yang Direkomendasikan (NFT, DWC/Rakit Apung, DFT)
- Nutrient Film Technique (NFT):
- Deskripsi: Lapisan tipis larutan nutrisi mengalir di atas akar tanaman dalam saluran/talang.1
- Kelebihan: Penggunaan air/nutrisi efisien, aerasi akar baik jika dirancang dengan benar. Volume air dalam sistem relatif lebih rendah dibandingkan DWC.
- Kekurangan: Rentan terhadap kegagalan pompa (akar cepat kering), penyumbatan akar di saluran jika terlalu padat atau akar terlalu vigor, fluktuasi suhu pada lapisan tipis.
- Kesesuaian untuk Bawang Merah: Digunakan dalam penelitian.8 Kemiringan talang sangat penting.35
- Deep Water Culture (DWC) / Sistem Rakit Apung:
- Deskripsi: Akar tanaman terendam dalam reservoir larutan nutrisi statis yang teraerasi.1 Tanaman sering diletakkan di atas rakit apung.
- Kelebihan: Pengaturan lebih sederhana, kurang rentan terhadap masalah langsung akibat kegagalan pompa (buffer air lebih besar), suhu zona akar stabil. Baik untuk tanaman yang membutuhkan banyak air.4
- Kekurangan: Membutuhkan aerasi yang baik 1, volume air lebih besar, potensi penyebaran penyakit dalam reservoir bersama jika tidak dikelola.
- Kesesuaian untuk Bawang Merah: Dianggap cocok.4 Penelitian tentang level EC dalam sistem rakit apung untuk bawang merah.7
- Deep Flow Technique (DFT):
- Merupakan sistem hibrida, sering menggunakan saluran seperti NFT tetapi dengan aliran larutan nutrisi yang lebih dalam, memberikan buffer terhadap kegagalan pompa.
- Menggabungkan beberapa keunggulan NFT (larutan mengalir) dan DWC (buffer air).
- Digunakan dalam studi bawang merah.9
- Sistem Lain (Wick, Aeroponik, Tetes):
- Sistem Sumbu (Wick): Sederhana, pasif, baik untuk skala kecil/pemula, tetapi mungkin tidak sesuai untuk kebutuhan air tinggi bawang merah komersial.1
- Aeroponik: Canggih, pertumbuhan berpotensi paling cepat, akar disemprot kabut nutrisi.1 Digunakan untuk produksi bibit TSS.10 Tuntutan teknis dan biaya lebih tinggi.
- Sistem Tetes (Drip System): Pengiriman nutrisi terkontrol waktu ke masing-masing tanaman dalam media inert.1 Umum digunakan dan serbaguna.
- Rekomendasi untuk 4000 m2: NFT atau DFT adalah kandidat kuat untuk produksi umbi bawang merah komersial karena skalabilitas, potensi aerasi yang baik, dan penggunaan yang sudah mapan. DWC juga layak dipertimbangkan. Aeroponik mungkin dipertimbangkan untuk unit produksi bibit bernilai tinggi jika menggunakan TSS.
Pilihan antara NFT, DFT, dan DWC untuk operasi bawang merah 4000m2 melibatkan pertukaran antara biaya modal, kompleksitas operasional, manajemen air/nutrisi, dan risiko. NFT mungkin menawarkan aerasi akar yang lebih baik jika dikelola dengan baik tetapi kurang toleran terhadap kegagalan pompa. DWC lebih sederhana dan lebih ter-buffer tetapi membutuhkan aerasi yang rajin dan manajemen penyakit. DFT menawarkan kompromi. Untuk bawang merah, memastikan dukungan yang memadai untuk umbi yang sedang berkembang dalam sistem yang dipilih juga merupakan pertimbangan desain utama (misalnya, ukuran netpot, kedalaman/lebar saluran).
Pemilihan Media Tanam
Peran media tanam adalah memberikan dukungan fisik, retensi kelembapan, dan aerasi. Media inert lebih disukai untuk menghindari interferensi nutrisi.4 Pilihan meliputi:
- Rockwool: Umum untuk propagasi dan budidaya, retensi air dan aerasi baik.4 Digunakan dalam penyemaian 33 dan budidaya bawang merah.7
- Cocopeat (Sabut Kelapa): Daya pegang air baik, berkelanjutan, digunakan untuk bawang merah.1
- Arang Sekam (Husk Charcoal): Meningkatkan aerasi, digunakan untuk bawang merah.1
- Perlite: Ringan, aerasi baik.4
- Biochar: Diteliti untuk bawang merah, menunjukkan hasil baik untuk berat umbi dan panjang akar.8
- Pasir/Kerikil: Dapat digunakan, terutama dalam sistem yang lebih sederhana.43
Rekomendasi untuk NFT/DFT adalah netpot yang diisi dengan campuran cocopeat dan arang sekam, atau kubus rockwool untuk propagasi dan penempatan langsung. Pilihan tergantung pada biaya, ketersediaan, dan desain sistem spesifik.
Berikut adalah tabel perbandingan sistem hidroponik yang direkomendasikan untuk produksi bawang merah komersial:
Tabel IV.1: Perbandingan Sistem Hidroponik yang Direkomendasikan untuk Produksi Bawang Merah Komersial
Sistem | Kelebihan | Kekurangan (Spesifik untuk Bawang Merah) | Perkiraan Biaya | Kompleksitas | Skala 4000m2 | |
NFT | Aerasi akar baik jika aliran optimal, potensi panen mudah. | Risiko kekeringan cepat jika pompa gagal, potensi penyumbatan saluran oleh akar. | Sedang hingga Tinggi | Sedang | Baik | |
DFT | Buffer air lebih baik dari NFT, aerasi baik. | Membutuhkan volume air lebih banyak dari NFT. | Sedang hingga Tinggi | Sedang | Baik | |
DWC/Rakit Apung | Sistem lebih sederhana, buffer air besar, suhu akar stabil. | Membutuhkan aerasi intensif, risiko penyebaran penyakit lebih tinggi. | Sedang | Sedang hingga Rendah | Cukup Baik |
V. Propagasi: True Shallot Seed (TSS) vs. Umbi
True Shallot Seed (TSS)
True Shallot Seed (TSS) adalah benih botani yang dihasilkan dari bunga bawang merah.10
- Keunggulan TSS:
- Biaya benih per hektar lebih rendah: 3-7.5 kg/ha untuk TSS vs 1-1.5 ton/ha untuk umbi.45 Penghematan biaya signifikan (62.5-80%).45 Contoh: Rp 3-7.5 juta untuk TSS vs Rp 20-30 juta untuk umbi per ha.45 Sumber lain menyebutkan penghematan Rp 35 juta/ha.49
- Bahan tanam bebas penyakit: TSS umumnya bebas dari virus dan patogen tular benih yang sering dibawa umbi.44
- Potensi produktivitas lebih tinggi: Hasil bisa mencapai 24-34 ton/ha, bahkan hingga 36-42.5 ton/ha dengan varietas dan manajemen tertentu, berpotensi dua kali lipat dari bawang merah yang ditanam dari umbi.45
- Penyimpanan benih lebih lama dan distribusi lebih mudah.45
- Tanaman dan ukuran umbi lebih seragam jika dari TSS berkualitas baik.45
- Kekurangan TSS:
- Siklus